Menuju Paradigma Baru Pemidanaan Indonesia, Lapas Kelas IIB Banjarbaru Ikuti Simposium Nasional HBP Ke-59
jelajahkalimantannews.com, Banjarbaru – Kepala Lapas Kelas IIB Banjarbaru, Amico Balalembang bersama Pejabat Struktural serta jajaran Pegawai mengikuti secara daring acara Simposium Nasional Pemasyarakatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan berpusat di Graha Pengayoman Jakarta, Kamis, (13/4/2023).
Mengusung tema “Menuju Paradigma Baru Pemidanaan Indonesia”, Simposium Nasional ini merupakan salah satu rangkaian peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan Ke-59 yang bertujuan untuk meningkatkan wawasan, informasi, dan pengetahuan tentang tugas dan fungsi Pemasyarakatan serta memberikan pemahaman baru mengenai perubahan baru paradigma pemidanaan Indonesia.
Acara diawali dengan laporan pelaksanaan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Reynhard Silitonga yang menyatakan bahwa orientasi pemidanaan ke depan tidak lagi berkutat pada keadilan retributif atau balas dendam, tetapi sudah berorintasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif. Kondisi ini yang diharapkan dalam perubahan paradigma baru pemidanaan di Indonesia.
“Dengan perubahan paradigma pemidanaan yang saat ini terjadi, maka Sistem Pemasyarakatan yang semula hanya menjadi muara dalam sistem peradilan pidana di Indonesia harus bertransformasi. Hal ini menuntut perluasan peran petugas Pemasyarakatan untuk berpartisipasi penuh atau berperan aktif berupaya menyukseskan keadilan restoratif,” terang Reynhard.
Kegiatan dibuka secara langsung oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly yang mengatakan bahwa, “Melalui Undang-Undang Pemasyarakatan No. 22 Tahun 2022 dan KUHP yang baru, perubahan paradigma pemidanaan Indonesia menjadi suatu keniscayaan,” ucap Menkumham, Yasonna H. Laoly saat didaulat menjadi keynote speaker dalam acara Simposium Nasional Pemasyarakatan.
Menurut Yasonna, perubahan paradigma hukum pemidanaan harus turut berubah sejalan dengan perkembangan zaman dan perkembangan kejahatan itu sendiri. “Pemidanaan sendiri seharusnya menjadi sarana atau alat kontrol sosial dengan fungsi sebagai alat pencegahan kejahatan sebagai alat mempertahankan moral yang baik dan mereformasi kejahatan,” ungkapnya.
Maka, pencegahan kejahatan sebenarnya harus pula mengedepankan prinsip-prinsip perbaikan daripada penyelesaian pidana yang merujuk pada konsepsi kepenjaraan yang hanya akan mengakibatkan kerugian negara dengan membangun penjara sebanyak-banyaknya.
“Paradigma pemidanaan ke depan harus menitikberatkan pada upaya memberikan penyelesaian yang berkeadilan dan mencoba memulihkan keadaan seperti semula, yakni pemidanaan yang mengakomodir keadilan restoratif sebagai alternatif pemidanaan,” sambung Yasonna.
Tak lupa, Menkumham berharap dapat menghasilkan poin penting dan sumbang saran pemikiran yang dapat diupayakan bersama untuk penerapan keadilan restoratif demi wujudkan tercapainya paradigma pemidanaan modern dengan sebaik baiknya.
Simposium Nasional Pemasyarakatan yang dimoderatori oleh Chaca Annisa dari tvOneNews, turut menghadirkan empat narasumber yang sangat kompeten dan ahli dalam bidang hukum, yakni Prof. Edward Omar Sharif Hiariej selaku Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo yang merupakan Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, Y. Ambeg Paramarta selaku Kepala Badan Strategi Kebijakan, serta Arsul Sani yang merupakan Anggota Komisi III DPR RI.((hmslpbjb/NKnews-01)