Sengketa 35 Hektar Lahan Desa Pemalongan: Investasi Miliaran Rupiah PT. BTG dalam Bayang-bayang Konflik Perizinan
JELAJAH KALIMANTAN NEWS, TANAH LAUT – Sejak 2005, PT. Bimo Taksoko Gono (BTG) menguasai lahan seluas 53 hektar di Desa Pemalongan melalui pembayaran ganti rugi kepada masyarakat penggarap. Penguasaan lahan ini berlangsung dalam dua tahap, dengan total pembayaran untuk 27 surat sporadik. Meskipun BTG telah menggelontorkan investasi besar, pembangunan infrastruktur tambang, dan melakukan pemberdayaan masyarakat, konflik perizinan terus membayangi operasi tambang tersebut.
BTG tidak pernah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah karena lahan tersebut berada di bawah izin PD Baratala Tuntung Pandang (dahulu PD Aneka Usaha Manuntung Berseri). Sebagai gantinya, BTG hanya mengantongi Surat Perintah Kerja (SPK) dari PD Baratala yang diperpanjang tiap tahun hingga 2020. Namun, pada 2021, setelah adanya Purchase Order dari PD Baratala, hubungan kerja sama ini mendadak terhenti, mengakibatkan BTG mengalami kerugian besar hingga Rp8,89 miliar.
Di tengah kisruh perizinan dan konflik hukum, masyarakat Desa Pemalongan justru menyatakan dukungan terhadap BTG. Pada 20 Juli 2021, mereka membuat surat pernyataan resmi yang mendukung BTG untuk melanjutkan aktivitas tambang. Menurut warga, BTG telah banyak berkontribusi terhadap kesejahteraan desa, khususnya melalui pembangunan infrastruktur jalan tambang sepanjang 5 kilometer dan pemberdayaan tenaga kerja lokal.
Kini, BTG berharap agar pihak berwenang memberikan izin untuk melanjutkan operasi tambangnya. Dengan investasi besar yang sudah ditanamkan, BTG meminta agar sengketa lahan ini diselesaikan dengan adil, mengingat peran serta kontribusi perusahaan yang telah berlangsung selama hampir dua dekade di daerah tersebut.